Type to search

LENTERA FLASH

RS Terapung Ksatria Airlangga hadir membantu korban Gempa Lombok

redaksi Aug 8

Dari Lombok Untuk Dunia

LOMBOK – Universitas Airlangga (UNAIR) pada dasarnya bukan saja untuk Indonesia, namun juga untuk dunia. Kampus dengan motto Excellence with Morality tersebut memasang target untuk masuk ke dalam daftar 500 World Class University (Perguruan Tinggi Tingkat Dunia, red).

Akselerasi terus dilakukan dengan menggandeng banyak pihak, terutama beberapa lembaga di manca negara. Ini disampaikan anggota Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Airlangga (PP IKA UNAIR) Bidang International Studies & Global Alumni Empowerment, Agus Hendrawan, disela pelatihan, pendampingan dan pemulihan korban bencana alam gempa bumi, di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (25/8).

“Selama ini, UNAIR tengah mensosialisasikan gerakan yang disebut Attracting Global Talent (AGT), yang mana gerakan ini dimaksudkan untuk menarik banyak talent bertaraf internasional (para profesor) untuk bekerjasama dalam bidang penelitian & pengajaran di kampus.” kata Agus Hendrawan.

Menurutnya, diantara lembaga asing yang sedang dalam penjajagan kerjasama adalah Kindermission Werk (Jerman) sebagai lembaga di bawah Kepausan Gereja Katolik Roma untuk sinergikan antara UNAIR dengan Pontifica Gregorian University of Rome. Salah satu agenda penjajagan tersebut adalah dengan diadakannya seminar tentang Child Protection di kampus UNAIR dengan juga mengundang Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya untuk mewakili pandangan dari sisi Islam.

“Hingga akhirnya oleh Rektor UNAIR (Prof. Dr. H. Mohammad Nasih, MT., SE., Ak, CMA.,) juga sedang menginisiasi munculnya WUACD (World University Association for Community Development) untuk mensinergikan universitas-universitas di luar negeri untuk pengembangan dengan topik-topik tertentu secara bersama” imbuh Agus.

Pria yang akrab disapa Cak AHen ini merinci bahwa sebelum adanya kerjasama riil antar kampus lintas negara ini resmi tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) antar universitas (university to university, U2U) diperlukan adanya beberapa persiapan dan kolaborasi program di lapangan, salah satunya dilakukan pengembangan Save Play Area khusus anak bagi warga terdampak gempa di Lombok dengan Yayasan Arek Lintang (ALIT) sebagai koordinator.

Sebagai lembaga non pemerintah lokal yang dipercaya oleh Kindermission Werk, ALIT juga dipimpin oleh salah satu alumni sekaligus Ketua Bidang Kerjasama IKA FISIP UNAIR, yaitu Yuliati Umrah.

Untuk diketahui karena keberhasilannya dalam hal penerapan & pembelajaran perlindungan hak anak ini sesuai Konvensi Perlindungan Hak Anak PBB (UN CRC), ALIT bahkan diminta oleh Kindermission Werk untuk menularkan metodenya kepada beberapa Non Government Organization (NGO) di luar Indonesia.

Keberadaan tim UNAIR, beserta IKA Unair Pusat dan IKA Wilayah NTB di Lombok, masih menurut Cak AHen, pada dasarnya terkait dua topik utama, yakni mengenai kesehatan umum dan perlindungan hak anak selama situasi kedaruratan akibat bencana gempa. Pengiriman tim kesehatan pertama menggunakan Kapal Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) yang didukung penuh oleh IKA NTB di darat, tepatnya di Pelabuhan Bangsal, Lombok Utara dengan mendirikan Rumah Sakit Lapangan Pelabuhan Bangsal (RSLPB).

Setelah melalui survei beberapa hari, untuk topik perlindungan hak anak disepakati dilakukan di Posko Gedung Olahraga Gondang, Desa Gondang, Kecamatan Gangga, Lombok Utara (GOR Gondang) yang mana kegiatan untuk topik ini disetujui sebagai pilot project bagi pengembangan Save Play Area khusus anak yang keberadaannya di bawah naungan istri Wakil Gubernur NTB.

“Saat kita datang di Gondang untuk penyiapan Save Play Area merujuk pada UN CRC atau The Convention on the Rights of the Child dan di antaranya disebutkan bahwa di pengungsian, anak-anak harus mendapatkan salah satu hak dasar, yakni kesehatan. Di sinilah peran RSLPB dan RSTKA ini berada,” urai pria asal Magetan, Jawa Timur ini.

Tim melatih para relawan dan guru sekolah untuk mengerti tentang penanganan anak dalam pengungsian untuk jangka waktu beberapa bulan ke depan sampai dengan anak dan keluarganya kembali ke rumah secara normal.

“Kenapa beberapa bulan? Jelas pembangunan rumah-rumah warga ini tidak akan cukup untuk waktu satu sampai dua bulan saja. Untuk itu para relawan dan bahkan guru-guru kita didik dengan pengetahuan tentang perlindungan dan penanganan hak anak di lokasi pengungsian, salah satunya tetang pendidikan. Dalam situasi darurat dan pemulihan pasca gempa, maka sekolah tidak akan sama dibanding saat waktu normal sebelum gempa, baik dalam materi, jumlah waktu belajar, dll.” tandasnya.

Ketua IKA UNAIR NTB, Gatot Dwi Hendro Wibowo, mengatakan pihaknya awalnya datang di lokasi bencana di Sembalun sehari. Ini pasca gempa pertama 29 Juli 2018 dan disusul yang kedua pada 5 Agustus 2018.

Sejumlah anggota IKA UNAIR Wilayah NTB survei di lapangan di Lombok Timur, Utara hingga Barat untuk menentukan sikap. Bersamaan itu ada pengurus IKA UNAIR pusat datang, menyampaikan rencana kedatangan RSTKA.

Dukungan logistik dan lainnya disiapkan pihak NTB. Termasuk kebutuhan pre off, logistik, dapur dan sebagainya. “Kedatangan Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat semakin menambah semangat kami yang di NTB,” kata alumni Fakultas Hukum UNAIR 1981 ini.

Keberadaan RSTKA sempat tidak diketahui banyak korban, jumlah pasien pun sedikit. Setelah sosialisasi dilakukan, pasien banyak. Penanganan ortopedi pada korban menjadi salah satu layanan yang diberikan.

“Sampai kapan keberadaan RSTKA di Lombok? Kita sepakati siapa yang punya otoritas menentukan karena kabarnya 28 Agustus 2018 kapal akan ditarik. Sepanjang Pemda masih membutuhkan maka kami akan konfirmasi,” tutup Gatot Dwi Hendro Wibowo. (*)
[25/8 15:08] NANO ROBERTO: *Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA)

Tak Pikirkan Keselamatan Demi Misi Kemanusiaan

LOMBOK – Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) membantu Pemerintah Indonesia dalam menangani korban bencana alam gempa bumi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Keberadaannya di Dermaga Pelabuhan Bangsal, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara didukung Rumah Sakit Lapangan (RSL).

Tidak mudah bagi tim medis berikut awak kapal senilai Rp 3 miliar lebih itu untuk bisa sampai di lokasi bencana. Oleh Kantor Syahbandar di Dermaga Kalimas Surabaya sempat dilarang berlayar karena buruknya cuaca. Ombak ketika itu cukup tinggi, hingga 3 meter lebih.

Mengedepankan misi kemanusiaan di lokasi bencana, RSTKA memutuskan berlayar ke Lombok. Keselamatan tim medis dan awak tak lagi dipikirkan. Ada syarat khusus yang harus dipenuhi awak kapal yang menjadi piranti utama RSTKA. Apa itu? Penandatanganan surat pernyataan bahwa Syahbandar Surabaya sudah menjelaskan risiko berlayar.

Sempat singgah di Dermaga Pelabuhan Probolinggo, Jawa Timur dan menemui syahbandar, pelayaran dilanjutkan. Dalam waktu dua hari, pemboyong misi kemanusiaan itu tiba di perairan Lombok Utara. Tepatnya, Dermaga Pelabuhan Bangsal, Kecamatan Pemenang, NTB.

Kapal memiliki dua lantai dan anjungan itu dilengkapi dua kamar operasi (OK) ukuran besar dan kecil, kamar pemulihan (recovery), kamar sterilisasi peralatan medis, kamar mandi yang menjadi satu dengan ruang laundry lengkap mesin cuci, dan kamar obat. Perannya mendukung layanan kesehatan.

Direktur RSTKA, Dr. Agus Harianto, Sp. B, menceritakan pihaknya berada di lokasi bencana sejak 10 Agustus 2018. “Kedatangan terlambat karena Syahbandar Surabaya sempat melarang kami berlayar. Kami ya… setengah merengek-rengek ke Syahbandar supaya kami diizinkan berlayar karena kapal ini sangat dibutuhkan. Akhirnya diberi izin berlayar sampai Probolinggo saja. Puji Tuhan, Syahbandar Probolinggo mengizinkan kami berlayar sampai tiba di sini,” Agus mengawali cerita perjalanan timnya, saat ditemui di Dermaga Pelabuhan Bangsa, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, NTB, Sabtu (25/8).

RSTKA bisa memberikan pelayanan operatif sesuai kasus yang dihadapi oleh masyarakat di NTB. “Di kapal tersebut bisa dilakukan operasi kecil maupun besar. Pokoknya tindakan operasi yang tidak terlalu berat sekali bisa dikerjakan di kapal kita,” imbuhnya.

Pria asal Jember Jawa Timur ini merinci tenaga medis di kapalnya hamper seluruhnya relawan. Bukan saja dari alumni Universitas Airlangga (UNAIR) maupun RS dr. Soetomo namun juga lintas perguruan tinggi lainnya. Dari Unibraw juga ada, kemudian relawan dari tim medis MDMC, Muhammadiyah punya. Ada relawan Rumah Sakit lokal. Pokoknya siapa yang punya kemampuan silahkan, difasilitasi untuk melakukan tindakan.

Bicara spesialisasi dokter di RSTKA, ada orthopedi, bedah umum. Pada fase akut bencana yang dominan itu. Namun RSTKA mempunyai komitmen menghadirkan layanan yang spesialisasi, yakni medis, bedah, bedah umum, obgyn, dan lainnya.

Hadirnya RSTKA sebagai pendamping bagi RS lokal di lokasi bencana yang saat bencana repot dengan permasalahannya. Keberadaan kamar operasi RSTKA membantu mengurangi beban operasi RS lokal.

RSTKA memiliki keterbatasan alat diagnostic portable, taka da x-ray portable yang mana bisa mendukung x-ray pada pasien yang baru datang. “Selama ini keperluan x-ray disiasati dengan mengirim ke RS terdekat yang x-ray masih berfungsi. Ke depan harus ada solusi kebutuhan x-ray. RS apung ini harus dilengkapi x-ray portable,” harap dokter bercambang ini.

RSTKA sebenarnya merencanakan pelayaran ke Indonesia Timur. Mulai pulau-pulau di Indonesia Timur. “Mulai pulau di perairan Madura seperti Sapeken, Sapudi, Raas, Kangean, Pulau Moyo, ke Alor, pulau kecil lain di sekitarnya, ke Asmat dan pulang mampir di Raja Ampat. Pulang untuk rangkaian Dies Natalis,” tutup Agus. (hum)
[25/8 20:55] NANO ROBERTO: Warga Lombok Apresiasi UNAIR

PIH UNAIR – Universitas Airlangga (UNAIR) mendapat apresiasi luar biasa dari warga korban gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ini setelah relawan yang tergabung dalam tim medis Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) memberikan layanan kesehatan di Dermaga Pelabuhan Bangsal, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.

Harmayadi, warga Kecamatan Pamenang adalah salah satu pasien yang mendatangi Rumah Sakit Lapangan (RSL) di areal pelabuhan yang diperkuat RSTKA.

“Saya ke sini (RSL) periksa karena gatal-gatal. Sudah sebulan ini tidur di tenda,” tutur Harmayadi, Sabtu (25/8). Dia senang menerima obat gratis.

Imam Santire, warga lain di Desa Karang Bangsal, Kecamatan Pemenang juga mendatangi RSL. “Kaki saya luka karena kejatuhan reruntuhan bangunan. Ini infeksi, sudah dua minggu belum kering. Sudah diperiksa dan diberi obat. Semoga lukanya lekas kering. Sebelumnya istri saya yang periksa,” kata Imam Santire.

Dia senang atas layanan RSL. “Layanannya bagus. Sebelum dia, sehari sebelumnya istrinya sudah datang dan mengatakan tempatnya nyaman, pelayanan bagus sekali,” pungkasnya. (hum)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *